Angga Laraspati – detikNews
Senin, 04 Okt 2021 18:41 WIB
Jakarta – Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi buku karya Yoseph Umarhadi mengenai ‘Pancasila Dasar Filsafat Bangsa Indonesia’. Buku yang berasal dari disertasi tersebut menyajikan dua teori, tentang Filsafat Pancasila dan tentang Demokrasi Pancasila.
Menurut Bamsoet sebagai anggota DPR/MPR RI empat periode, dimulai sejak 1999-2004, 2004-2009, 2009-2014, dan 2014-2019, kompetensi Yoseph Umarhadi dalam urusan kebangsaan tidak perlu diragukan.
“Disertasinya yang dijadikan buku tersebut, sukses dipertahankan dalam ujian terbuka untuk memperoleh gelar doktor bidang ilmu Filsafat di Ruang Sidang Persatuan Lantai 3, Gedung Notonagoro Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, akhir Agustus 2021 lalu,” ujar Bamsoet dalam keterangannya, Senin (4/10/2021).
Ketua DPR RI ke-20 ini menjelaskan untuk memperkokoh Pancasila sebagai sebuah sistem filsafat, Yoseph turut menghadirkan dua pandangan tentang Pancasila dari dua filsuf besar Indonesia, yakni Guru Besar Filsafat Universitas Gadjah Mada Profesor Notonagoro, serta Guru Besar Filsafat yang namanya diabadikan menjadi Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Profesor Driyarkara.
Menurut pandangan Yoseph, kat dia, Notonagoro memiliki pandangan Pancasila semestinya menjadi landasan moralitas warga negara (subjektivasi yang subyektif) dan negara (subjektivasi yang obyektif).
“Susunan dan bentuk sila-sila dalam Pancasila ini bersifat hirarkis piramidal, semakin kecil pengertianya semakin luas cakupannya. Pemahaman dasar aksiologis Pancasila, sila pertama dan kedua menjadi landasan moralitas, sila ketiga sebagai prinsip, sila keempat sebagai cara dan sila kelima adalah orientasi atau tujuannya,” jelas Bamsoet usai menerima Yoseph Umarhadi, di Ruang Kerjanya.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini menerangkan sementara dasar aksiologi Pancasila Drijarkara adalah manusia Pancasila. Artinya, sikap dan perilaku manusia Indonesia adalah sikap-sikap yang dituntut oleh sila-sila pancasila, demikian pula negara Indonesia adalah negara Pancasila.
Bamsoet melihat kedua pandangan tersebut, Notonagoro dan Driyarkara, saling melengkapi satu sama lain dan semakin menguatkan teori bahwa selayaknya Pancasila disebut sebagai ilmu pengetahuan dan memiliki kebenaran yang diperoleh dengan mengkaji hakikat manusia Indonesia yang memiliki nilai-nilai hakiki yang absolut, tidak berubah dan universal.
“Pengetahuan ini diperoleh melalui pengalaman (empiris) dan diolah oleh akal (rasio), intuisi dan wahyu serta memiliki kemanfaatan bagi kesejahteraan manusia (filsafat manusia),” kata Bamsoet.
(akd/ega)