Demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang bersandar pada filsafat Pancasila. Demokrasi yang tidak hanya berakar pada budaya bangsa, tapi sekaligus demokrasi yang mampu menjawab kebutuhan dalam meraih tujuan nasional Indonesia seperti termaktub dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; memajukan kesejahteraan umum; mencerdaskan kehidupan bangsa; dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Adapun ciri demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut.
a. Berdasar Sila Keempat, Dijiwai Sila Pertama dan Sila Kedua, Disemangati Sila Ketiga, dan Berorientasi Sila Kelima.
Sila keempat adalah dasar demokrasi Pancasila. Namun, sila keempat Pancasila tidak berdiri sendiri. Sebaliknya, ia terkait dan terhubung dengan sila-sila lainnya sebagai kesatuan sesuai kodrat manusia. Artinya, demokrasi Pancasila tidak semata bersandar pada sila keempat, tapi juga keseluruhan sila-sila Pancasila lainnya yang saling menjiwai sebagai realisasi kodrat manusia. Dengan demikian, ukuran demokrasi Pancasila tidak semata pada kehendak rakyat seperti dalam pemahaman demokrasi umum, yakni pemerintahan dari, untuk, dan oleh rakyat, tapi mencakup pula di dalamnya dasar moralitas tertinggi, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, berprinsip pada Persatuan dan bertujuan mencapai Keadilan sosial. Artinya, demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat, sekaligus yang dijiwai oleh moralitas ketuhanan, kemanusiaan, semangat persatuan dengan tujuan demi meraih keadilan sosial. Oleh karena itu, demokrasi Pancasila mencakup demokrasi politik dan sosial ekonomi (Notonagoro, 1987).
b. Berdasarkan Tabiat Shaleh dan Cinta Kasih
Dalam pemahaman umum dan praktik demokrasi Indonesia dewasa ini, demokrasi dipahami sebagai ajang perebutan kekuasaan, bukan sebagai pembagian tanggung jawab. Oleh karena demokrasi dipahami sebagai perebutan kekuasaan, masing-masing pihak yang berkontestasi dalam demokrasi menjadikan pihak lain sebagai objek. Dalam relasi subjek-objek, ada instrumentalisasi pihak lain sehingga tidak ada cinta kasih di dalamnya. Instrumentalisasi ini telah membuat demokrasi tidak dipahami dalam usahanya untuk membangun kehidupan bersama dalam kerja sama, tapi persaingan. Dalam banyak kasus, persaingan itu bahkan menjadi pertengkaran. Pertengkaran terjadi karena tiadanya cinta kasih. Oleh karena itu, pelaksanaan demokrasi Pancasila sebagai upaya untuk mencapai demokrasi politik dan demokrasi sosial ekonomi demi meraih kebahagiaan, harus berlandaskan empat tabiat shaleh, yaitu dengan menggunakan watak kehati-hatian, watak keadilan, watak kesedherhanaan, dan watak keteguhan. Selain itu, sesuai dengan pikiran Drijarkara bahwa hidup bersama harus dilandasi cinta kasih merupakan dasar demokrasi yang kuat. Dengan cinta kasih, manusia akan bekerja sama. Dengan cinta kasih, persaingan dilihat sebagai semangat untuk mencapai kebaikan.
c. Musyawarah Berdasarkan Hikmat Kebijaksanaan
Esensi sila keempat adalah “rakyat”, musyawarah mufakat dan hikmat/kebijaksanaan. Ini menunjukkan demokrasi Indonesia adalah demokrasi kerakyatan. Meskipun demikian, kedaulatan rakyat dalam konsepsi demokrasi yang paling umum dapat saja dicari dalam demokrasi prosedural, sedangkan proses-proses pengambilan keputusan dapat dicari dalam beragam cara. Dalam demokrasi liberal, dicapai melalui satu orang satu suara, tetapi dalam demokrasi Pancasila adalah demokrasi yang didasarkan musyawarah dengan hikmat/kebijaksanaan.
Kebijaksanaan (kata benda) berasal dari kata bijaksana (kata sifat), yang artinya kepandaian menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya) atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya. Bijaksana itu sendiri diartikan sebagai (1) selalu menggunakan akal budinya (pengalaman dan pengetahuannya); arif; tajam pikiran; dan (2) pandai dan hati-hati (cermat, teliti, dan sebagainya) apabila menghadapi kesulitan dan sebagainya (kbbi, edisi keempat, 2008). Maka, musyawarah mufakat dalam ajaran sila keempat Demokrasi Pancasila, selalu terpancar kearifan, kehati-hatian, senantiasa menggunakan akal budi dan pikiran yang tajam. Setiap masalah akan diteliti dan dipecahkan secara hati-hati dengan menggunakan pengetahuan (akal) serta pengalaman dan kearifan (hati). Dengan begitu, solusi atas masalah benar-benar mempertimbangkan segala aspek, kebaikan dan keburukannya, semua suara didengar dalam proses musyawarah sehingga hasilnya benar-benar menjawab kebutuhan setiap orang.