spot_imgspot_img

Direktur Institut Filsafat Pancasila : Penulis Buku PPKn Ceroboh

Direktur Institut Filsafat Pancasila Yoseph Umarhadi menyebutkan bahwa penarikan buku ajar Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) kelas VII akibat keliru menuliskan ajaran Trinitas dalam Agama Kristen dan Protestan dan Katolik terjadi karena penulis kurang hati-hati dan ceroboh.

“Siapapun dia dan apa pun agama yang bersangkutan, termasuk lembaga yang bertanggung jawab atas lahirnya buku itu (Kemendikbudristek). Kecerobohan ini sungguh memprihatinkan,”ujar mantan anggota DPR RI empat periode ini di Jakarta, Senin (01/08/2022).

Yoseph menegaskan, kekeliruan ini juga menunjukkan ketidakmauan penulis untuk melakukan crosscheck pada sumber-sumber yang dapat diandalkan. “Sederhananya, bagaimana mungkin ia menuliskan hal yang sangat penting bagi penganut agama lainnya dari pengetahuan sepintas lalu?”ujar Yoseph.

Yoseph juga mempertanyakan apakah penulis tidak mempunyai teman yang beragama Katolik ataupun Kristen Protestan yang dapat dirujuk untuk menjelaskannya. Bahkan, kata Yoseph, yang jauh lebih memprihatinkan adalah, bagaimana mungkin di era internet di mana informasi bisa didapat dari beragam sumber, penulis masih keliru menuliskan konsep universal dari suatu agama.

Yoseph menegaskan bahwa Tuhan atau Allah mempunyai peran yang sangat penting dan mendasar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Menurut Yoseph, keyakinan akan adanya sang Pencipta dan kebutuhan-kebutuhan akan agama telah masuk ke dalam tradisi masyarakat Indonesia selama ratusan bahkan mungkin ribuan tahun. Yoseph juga menegaskan bahwa banyak peninggalan situs agama baik Islam, Kristen, Budha, Hindu, Konghucu, dan agama lokal yang dapat disaksikan hingga saat ini.

“Kesemuanya itu menunjukkan betapa religiusnya Bangsa Indonesia. Karena itu, dasar negara Indonesia yang menjadi filsafat dasar meletakkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama, bukan kedua ataupun ketiga. Ini jelas mengandung maksud,”tegas Yoseph.

Bukan Negara Agama
Yoseph juga menegaskan bahwa Indonesia bukanlah negara agama. Namun, kata Yoseph negara melindungi hak-hak warga negara untuk meyakini dan melaksanakan agamanya. Artinya, negara menjamin kehidupan beragama setiap warga negara tanpa terkecuali. Hak-hak yang dilindungi oleh negara tentu mempunyai implikasi bagi warga negara lainnya, yakni keharusan untuk menghormati keyakinan dan agama orang lain.

“Kita dilarang keras untuk merendahkan agama lainnya dengan alasan apapun sehingga baik pemeluk Kristen, Islam, Hindu, Budha, Konghucu, dan bahkan agama-agama lainnya diberi hak hidup yang sama, dan setiap warga negara lainnya harus menghormati hal itu. Maka, menuliskan sesuatu secara sembarangan berkaitan dengan sila pertama jelas melukai Pancasila”ujar Yoseph.

Yoseph melanjutkan, sila Ketuhanan diletakkan dalam sila pertama bukanlah tanpa maksud. Sebagaimana dikemukakan Panitia Lima (Hatta dkk, 1977), sila pertama (juga sila kedua) merupakan landasan moral. Sebagaimana dikemukakan, “Di bawah pengaruh dasar Ketuhanan Yang Maha Esa serta dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang akan dilaksanakan itu hendaklah berjalan di atas kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran, kesucian dan keindahan.”

Dengan mendasarkan pada pandangan ini, kata Yoseph, tidaklah sulit untuk mengatakan bahwa kesalahan penulisan dalam buku PPKn kelas VII bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila ini. “Ironis memang karena kesalahan itu justru berada dalam rumah yang sebenarnya ditujukan untuk memberikan pengajaran mengenai Pancasila. Filsafat Indonesia yang sangat luhur, dan menjadi dasar filsafat penyelenggaraan negara Indonesia,”tegas Yoseph.

Yoseph menegaskan pentingnya semua pihak terutama elit yang memproduksi pengetahuan mengenai Pancasila untuk hati-hati dan menjadi suri tauladan. “Seringkali, rakyat dikatakan tidak memahami Pancasila sehingga perlu dilakukan ini dan itu. Namun, pada kenyataannya, banyak di antaranya justru kurang memahami Pancasila, baik sebagai filsafat dan ideologi negara, ataupun dalam kedudukan lainnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,”ujar Yoseph.

Ditarik Rabu
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menarik buku ajar Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan (PPKn) menyusul kekeliruan penulisan tentang ajaran Trinitas dalam Agama Katolik dan Kristen Protestan.

“Kami mengapresiasi masukan, saran, dan koreksi untuk perbaikan berkelanjutan terkait buku-buku pendidikan,” ujar Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Anindito Aditomo di kantor Kemendikbudristek, Jakarta, Rabu (27/7/2022) dilansir dari laman Kemendikbudristek.

Dalam buku ajar itu, disebutkan bahwa Tuhan umat Kristen Protestan dan Katolik adalah Allah, Bunda Maria, dan Yesus Kristus sebagai Tiga yang Tunggal atau Trinitas. Ini jelas sangat keliru karena ajaran Kristiani tentang Trinitas tidaklah demikian. Sebaliknya, dalam ajaran Trinitas Kristiani, Tuhan adalah Esa sesuai dengan sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, sama seperti ajaran agama lainnya. Namun, Tuhan yang Esa itu hadir atau mewujud dalam tiga pribadi, yakni Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus.

Get in Touch

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

spot_imgspot_img

Related Articles

spot_img

Get in Touch

0FansLike
3,912FollowersFollow
0SubscribersSubscribe

Latest Posts